
- 4 hari lalu
Dengan suspensi hidraulik, motor 1000W, dan fitur parkir di tanjakan, Xiaomi 5 Max siap jadi solusi mobilitas modern di perkotaan.
Bagaimana jika drone bisa mengatasi angin kencang tanpa bantuan pilot? Tim peneliti MIT baru-baru ini mengembangkan terobosan teknologi yang menjawab tantangan tersebut.
Algoritma kontrol adaptif berbasis pembelajaran mesin ini dirancang khusus untuk membantu drone otonom menghadapi efek tak terduga dari hembusan angin kuat. Inovasi ini muncul di tengah meningkatnya ketergantungan masyarakat pada drone untuk berbagai keperluan, mulai dari respons darurat hingga pengiriman barang penting.
Sistem kontrol baru ini mengandalkan model kecerdasan buatan yang "belajar semua yang dibutuhkan hanya dari sejumlah kecil data observasi yang dikumpulkan selama 15 menit waktu penerbangan," demikian dijelaskan dalam artikel MIT News.
Tim MIT menggunakan teknik meta-learning, memungkinkan sistem beradaptasi dengan berbagai jenis cuaca secara real-time. Sistem ini secara otomatis menentukan algoritma optimasi yang harus digunakan, berdasarkan kondisi cuaca sekitar dan gangguan yang dihadapi.
Kombinasi fitur-fitur ini menghasilkan sistem kontrol adaptif yang mampu mengurangi kesalahan pelacakan lintasan hingga 50 persen dibandingkan metode dasar dalam simulasi. Lebih impresif lagi, sistem ini menunjukkan performa lebih baik saat menghadapi kecepatan angin baru yang belum pernah ditemui selama pelatihan.
Navid Azizan, penulis senior makalah tentang sistem kontrol ini, menjelaskan, "Pembelajaran bersamaan dari komponen-komponen ini memberikan kekuatan pada metode kami. Dengan memanfaatkan meta-learning, pengontrol kami dapat secara otomatis membuat pilihan terbaik untuk adaptasi cepat."
Banyak sistem kontrol drone menggunakan algoritma optimasi yang dikenal sebagai gradient descent. Algoritma ini memperkirakan data yang tidak diketahui untuk menjaga drone tetap pada lintasannya semaksimal mungkin. Gradient descent merupakan bagian dari keluarga algoritma yang lebih besar, yang dikenal sebagai mirror descent.
"Mirror descent adalah keluarga algoritma yang umum, dan untuk setiap masalah tertentu, satu algoritma bisa lebih cocok daripada yang lain. Intinya adalah bagaimana memilih algoritma yang tepat untuk masalah Anda. Dalam metode kami, kami mengotomatiskan pilihan ini," jelas Azizan.
Pada dasarnya, algoritma ini memungkinkan drone terus-menerus menghitung ulang berapa banyak daya dorong yang harus digunakan untuk melawan efek angin kencang.
Tim peneliti menunjukkan bahwa metode mereka menghasilkan kesalahan pelacakan lintasan yang jauh lebih kecil dalam simulasi dan eksperimen dunia nyata.
Namun, pekerjaan tim MIT belum selesai. Mereka terus berupaya meningkatkan kemampuan sistem, memungkinkannya menangani gangguan dari berbagai sumber. Sebagai contoh, gerakan mendadak bisa menyebabkan pergeseran paket selama penerbangan, terutama jika berisi cairan. Tim juga ingin mengeksplorasi pembelajaran berkelanjutan, yang akan memungkinkan sistem beradaptasi dengan gangguan baru tanpa perlu pelatihan ulang.
Inovasi ini membuka peluang bagi drone otonom untuk mengirimkan barang berat dengan lebih efisien dan memantau lingkungan bahkan ketika menghadapi angin kencang. Dengan demikian, teknologi drone semakin dekat dengan realitas penggunaan yang lebih luas dan andal di berbagai kondisi cuaca.